Tuesday, November 17, 2009

allergic contact dermatitis

Skenario 1 Blok 15 Sistem Neurosensoris

A, 62 years old male with a past medical history of traumatic amputation who was wearing a below the knee prosthesis on the right limb came to the hospital with the complaint of 2 month history of a severely pruritic lichenified plaques. The problem began on the right knee and then spread to the right thight. Physical examination: patchy hyperpigmented lichenified plaques on the dorsal and ventral aspects of the right knee and thigh. No past history of urticaria and asthma. He was treated with topical clobetasol propionate 0.05% ointment on the affected areas and oral antihistamines with only partial resolution of the eruption.

What is the diagnosis?
What is your suggestion for the further examination?

--------------------------------------------------------------------------------

Hipotesis:
A, laki-laki berumur 62 tahun mengalami dermatitis kontak alergika et causa penggunaan karet pada prosthesis bawah lutut.

Penegakan Diagnosis

-Anamnesis, meliputi:
  • Keluhan utama : adanya plak terlichenifikasi yang sangat gatal selama 2 bulan terakhir, dimulai dari lutut kanan yang kemudian menyebar ke paha kanan.
  • Riwayat Alergi : tidak ada, tidak ada riwayat urtikaria dan asma.
  • Riwayat terpajan zat-zat yang bisa menimbulkan reaksi alergi: menggunakan prosthesis(kaki palsu) bawah lutut.
  • Riwayat pengobatan sebelumnya: salep topikal clobetasol propionate 0.05% dan antihistamin dengan kesembuhan parsial.
-Pemeriksaan fisik:
  • Ditemukan adanya plak terlichenifikasi yang hiperpigmentasi dan melebar pada area dorsal dan ventral lutut dan paha kanan.
-Pemeriksaan penunjang:
  • Perlu dilakukan patch test.
Diagnosis Banding
  1. Dermatitis Kontak Alergika
  2. Dermatitis Kontak Iritan
  3. Neurodermatitis Sirkumskripta
Dermatitis Kontak Iritan
  • Gejala klinis muncul pada pajanan(exposure) pertama.
  • Lesi timbul cepat, beberapa menit sampai dengan beberapa jam
  • Fenomena decresendo yaitu reaksi puncak peradangan terjadi dengan cepat, kemudian cepat mereda)
  • Morfologi lesi fase akut : eritema, edema, vesikel, bulla, pustula, sampai dengan nekrosis dan ulkus. Fase subakut dan kronik: hiperkeratosis, fisura, lesi berbatas tegas(sirkumskripta) pada area pajanan.
  • Keluhan atau gejala : rasa nyeri dan terbakar.
Pada kasus: gejala terjadi berangsur-angsur tidak pada pajanan pertama. Lesi timbul lamban dan bertambah parah(bukan cepat mereda). Keluhan yang timbul adalah rasa sangat gatal bukan rasa nyeri dan terbakar.

Neurodermatitis Sirkumskripta
  • Terjadi akibat suatu siklus garuk-gatal karena rangsangan pruritogenik.
  • Disebabkan oleh gigitan serangga, kulit kering, pakaian ketat, stres, dan kelainan kulit oleh stigmata atopik.
  • Dapat terjadi di bagian tubuh manapun, tidak bergantung pada kontak/pajanan seperti pada dermatitis kontak.
Pada kasus: tidak terdapat riwayat terjadinya siklus garuk-gatal. Tidak ada data mengenai pajanan pruritogen. Keluhan dan lesi terbatas pada daerah yang terpajan/kontak dengan prosthesi bawah lutut/kaki palsu yang digunakan.

Diagnosis Kerja

Dermatitis Kontak Alergika

Definisi:
adalah reaksi inflamasi lokal pada kulit yang bersifat imunologis, melibatkan reaksi hipersensitivitas tipe IV (Delayed Type Hypersensitivity) yang terjadi akibat pajanan sensitizer/alergen. Respon imunologik terdiri atas 2 fase yaitu fase sensitisasi/induksi dan fase elisitasi.

Etiologi:
  • Senyawa kimia sederhana dengan berat molekul(BM) rendah (kurang dari 1000 dalton) yaitu hapten
  • Nikel
  • Krom
  • Parafenilen diamin
  • Kobalt
  • Formaldehid/formalin
  • Balsam
  • Neomycin
Sistem yang terkena : Kulit/Eksokrin
Genetika : Frekuensi meningkat pada penderita dengan riwayat keluarga menderita alergi.
Insidensi : Semua usia, Laki-laki = Perempuan.

Gejala Klinis:
  • Penderita umunya mengeluh gatal pada area yang terpajan/kontak dengan sensitizer/alergen.
  • Pada tipe akut : dimulai dari bercak eritematosa yang berbatas tegas(sirkumskripta), kemudian diikuti oleh edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel atau bula yang pecah dapat pecah kemudian menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). DKA di tempat tertentu misalnya kelopak mata, penis, skrotum, gejala eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel.
  • Pada tipe kronik : kulit terlihat kering, berskuama(bersisik), papul, lichenifikasi, mungkin juga fisur, dan berbatas tidak tegas.
  • DKA dapat meluas dengan cara autosensitisasi. Skalp(kulit kepala), telapak tangan, dan telapak kaki relatif resisten terhadap DKA(karena lapisan epidermis yang tebal)
Patogenesis

Fase sensitisasi:
  • Terjadi kontak untuk pertama kalinya dengan sensitizer/alergen dalam hal ini dalm bentuk hapten.
  • Hapten yang merupakan antigen tidak lengkap(belum bisa memicu respon imun) melakukan penetrasi ke dalam kulit dan berkonjugasi dengan protein kulit membentuk hapten-carrier complex dan menjadi antigen lengkap.
  • Antigen lengkap mengaktifkan dan mematangkan sel Langerhans epidermis atau sel Dendritik dermis. Antigen selanjutnya ditelan dan diproses oleh sel Langerhans/sel Dendritik menjadi peptid yang selanjutnya dibawa ke permukaan sel Langerhans menjadi MHC-II.
  • Sel Langerhans selanjutnya mengekspresikan molekul-molekul yang diperlukan untuk berinteraksi dengan sel Limfosit T dan melakukan migrasi ke limfe nodus(kelenjar getah bening).
  • Interaksi sel Langerhans yang membawa peptid dan MHC-II di permukaannya bersama dengan sel Limfosit T naif/virgin di dalam limfe nodus kemudian mengaktifkan sel Limfosit T naif menjadi sel Limfosit Th1(T-Helper 1) efektor dan sel Th1 memori.
  • Sel Th1 efektor dan memori kemudian kembali ke kulit yang terpajan/kontak dengan sensitizer melalui aliran darah.
Fase elisitasi:
  • Terjadi pajanan kedua, peptid kemudian akan langsung dikenal oelh sel Th1 memori.
  • Sel Th1 efektor akan melepaskan berbagai interleukin (IFN gamma, TNF alfa) yang menyebabkan inflamasi.
  • Inflamasi ini secara klinis tampak sebagai plak terlichenifikasi yang hiperpigmentasi, melebar, dan bersifat sangat gatal.
Penatalaksanaan

Untuk kasus:
  1. Hindari kontak dengan sensitizer. Pada kasus karena yang menyebabkan terjadinya DKA adalah molekul karet bantalan pada prosthesis/kaki palsu penderita, maka yang pertama kali harus dilakukan adalah melepaskan karet bantalan tersebut.
  2. Kortikosteroid topikal potensi tinggi: salep Flucionide(Lidex) 0.05% 3-4 kali setiap hari hingga kelainan kulit mereda.
  3. Lotion Zinc Oxide, bedak menthol 0.25% untuk menghilangkan gatal.
  4. Lotion Calamine.
Untuk DKA akut:

Dilakukan pengobatan sistemik dengan Kortikosteroid oral 30 mg/hari dengan dosis yang terus diturunkan dan antihistamin oral hydroxyzine 25-50 mg qid, diphenyhidramine 25-50 mg qid.

Prognosis
Bonam

Komplikasi
Neurodermatitis Sirkumskripta

Preventif
Menghindari sensitizer/alergen.

Referensi:
  • Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
  • Dermatitis, Contact: Griffith's Clinical Consult.
  • Slide kuliah Dermatitis Kontak dan Neurodermatitis Dr. dr. H. M. Athuf Thaha, Sp. KK(K) staf pengajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
keterangan:
skenario dibuat oleh staf pengajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin(Litmin).
hipotesis dan pembahasan dibuat oleh gue sendiri :)

No comments: