Tuesday, October 27, 2009

bonne anniversaire, maman


gelukkige verjaardag, mama

hartelijk bedankt voor alle liefde die heb U aan mij,
vader, zusje, en broertje gegeven.

U bent de beste moeder ter wereld,
natuurlijk.

we houden van U, voor altijd, voor eeuwig.
mag Liefste Allah zult altijd U beschermen.
mag Liefste Allah zult altijd U houden.




je t'aime, maman


october 27ste, 2009


Sunday, October 25, 2009

separated

If love was a bird
Then we wouldn't have wings
If love was a sky
We'd be blue
If love was a choir
You and I could never sing
Cause love isn't for me and you

If love was an Oscar
You and I could never win
Cause we can never act out our parts
If love is the Bible
Then we are lost in sin
Because its not in our hearts

So why don't you go your way
And I'll go mine
Live your life, and I'll live mine
Baby you'll do well, and I'll be fine
Cause we're better off, separated

If love was a fire
Then we have lost the spark
Love never felt so cold
If love was a light
Then we're lost in the dark
Left with no one to hold

If love was a sport
We're not on the same team
You and I are destined to lose
If love was an ocean
Then we are just a stream
Cause love isn't for me and you

So why don't you go your way
And I'll go mine
Live your life, and I'll live mine
Baby you'll do well, and I'll be fine
Cause we're better off, separated

Girl I know we had some good times
It's sad but now we gotta say goodbye
Girl you know I love you, I can't deny
I can't say we didn't try to make it work for you and I
I know it hurts so much but it's best for us
Somewhere along this windy road we lost the trust
So I'll walk away so you don't have to see me cry
It's killing me so, why don't you go

So why don't you go your way
And I'll go mine
Live your life, and I'll live mine
Baby you'll do well, and I'll be fine
Cause we're better off, separated


-usher-

Thursday, October 22, 2009

why are you crying?

Aku berjalan di koridor rumah sakit.
Baunya masih sama. Bau yang oleh nervus olfaktoriusku diterjemahkan sebagai bau rasa sakit, bau penderitaan, bau rasa sedih, bau harapan yang tinggal sedikit.

Aku mengikuti papa mama berbelok ke ruang bertandakan ICU/ICCU. Di depan ruangan itu ramai oleh beberapa orang. Kami harus bergantian untuk bisa masuk ke sana dan harus memakai jas biru yang mirip jas praktikum. Kami masih menunggu di luar sampai mama melihat tante(adik ipar papa) keluar. Mama menyuruh aku masuk duluan.

Aku masuk ke ruangan dingin itu. Aku lupa untuk membawa kacamata sehingga aku tidak bisa ngeliat dengan jelas dimana sepupuku terbaring malam itu. Aku melayangkan pandangan ke depan mencari dimana gerangan sepupuku terbaring. Aku menoleh ke sebelah kanan. Pasien pertama seorang perempuan, terbaring lemah dengan selang di hidungnya. Pasien selanjutnya sama, bedanya dia sedang ditunggui seseorang, mungkin adik atau kakakknya. Pandangannya ke depan, tapi pandangan itu kosong. Entah apa yang ada di pikirannya.

Aku beralih ke tempat tidur selanjutnya. Sepupuku terbaring lemah ditemani ibunya. Di kanannya ada 2 tiang infus dengan 1 kantong infus berisi Sodium Chloride(NaCl) dan satu tabung cukup besar yang terlihat asing. Di kirinya ada 1 tiang infus dengan 1 kantong infus berisi Ringer Laktat(RL).

Aku memegang tangan sepupuku. Hangat. Aku tiba-tiba teringat saat-saat lebaran kemarin, dimana dia datang bersama istrinya, anak laki-lakinya yang berumur 7 tahun, dan anak perempuannya, bayi lucu berumur 3 bulan. Rasanya mataku mulai panas. Aku bertanya kepada tante sejak kapan dia koma. Tante mulai bercerita tentang perjalanan penyakit sepupuku, aku mendengarkan dengan seksama. Sesekali tante bertanya, mengungkapkan kekhawatirannya. Aku mencoba menjawab sembari menenangkan beliau. Tiba-tiba tante berkata:

"Dia juga dipasangi mesin ini"

Aku menoleh ke arah tirai yang disibakkan tante. Susah untukku melihat ke arah mesin yang dimaksud tanpa melewati beliau terlebih dahulu. Aku berjalan memutar membelakangi tirai. Sebelum sampai ke mesin yang dimaksud beliau, aku melihat ke sudut ruangan. Di sana ada 1 pasien lagi, tetapi hanya kakinya yang terlihat karena tirainya ditutup hampir secara keseluruhan. Di depan ranjangnya banyak sekali orang berdiri yang pastinya merupakan keluarganya. Ada sekitar 5-6 orang berdiri di sana. Lalu ada seorang pria tua duduk di sekitar mereka. Matanya terlihat bengkak. Di sampingnya seorang laki-laki yang sepertinya anaknya menepuk-nepuk pundaknya.

Untuk beberapa saat, aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.

Aku beralih ke mesin yang tante maksud. Mesin EKG ternyata(Elektrokardiografi).

"Tante ga ngerti maksudnya apa, kadang-kadang mesinnya suka bunyi"

Aku memperhatikan layar mesin itu. Mesin itu memang berbunyi sejak tadi:

HR is too high. RR is too high.

HR adalah singkatan dari heart rate. Denyut jantung. Sedang RR adalah respiration rate. Sedari tadi sepupuku mengalami takikardia dan takipneu. Denyut jantungnya di atas 110, terus bergerak hingga ke 117 kali per menit.

Dan laju respirasinya, tinggi menembus angka 46 kali per menit. dia bernafas lebih cepat hingga hampir 2 kali daripada orang normal. Laju respirasi normal adalah 16-24 kali per menit.

Aku mencoba menjelaskan kepada tanteku dengan perlahan dan bahasa yang paling sederhana. Aku mencoba menenangkan beliau sembari terus berdoa dalam hati. Alhamdulillah, denyut jantung dan laju nafasnya perlahan menurun. Aku memberi tahu tante kalo denyut jantung dan nafasnya sudah tidak terlalu tinggi lagi. Tanteku tersenyum sedikit lega.

Tiba-tiba terdengar suara,

"Kakak saya kok ga dipasangi mesin ini ya. Nak?'"

Aku menoleh. Seorang ibu dengan jas biru yang sama.

"Kakak ibu sakit apa?"

"Kakak sepupu, kena stroke, kenapa ga dipasangi mesin ini ya?"

"Berarti kondisi jantungnya bagus dan stabil bu" aku menjawab sambil tersenyum.

"Oh, alhamdulillah, terus kenapa kakak sepupu saya bisa terkena stroke, Nak?"

Aku mencoba menjelaskan kembali dengan bahasa yang mudah dimengerti. Tanteku ikut mendengarkan. Sang ibu menggangguk-angguk mencoba mencerna penjelasanku. Sampailah ia pada pertanyaan:

"Kakak sepupu saya masih bisa sembuh kan nak? Masih bisa kembali seperti semula kan?"

Aku menatap mata ibu itu lekat. Aku berusaha menjawab tadi tidak ada suara yang keluar. Tenggorokkanku seperti tercekat. Aku hanya bisa memberikan sebuah senyum yang keluar tertahan.

Belum sempat ibu itu bertanya lebih lanjut, tiba-tiba terdengar suara ribut dari arah sudut kamar. Pasien yang tadi, aku bergumam dalam hati. Kami bertiga menoleh ke arah ranjang pasien itu, yang masih tertutupi tirai. Tiba-tiba seorang dokter keluar dari balik tirai itu. Dia berjalan lurus ke depan, dengan tergesa-gesa. Seketika terdengar tangisan dimana-mana.

Aku menoleh ke arah pria tua yang duduk ditemani anaknya tadi. Dia terisak-isak, semakin lama semakin hebat. Anak laki-lakinya itu ikut menangis, tapi ia menangis tertahan.

Pasien itu telah meninggal.

Untuk sesaat aku seakan kehilangan pijakan. Aku seperti tersedot ke dunia lain. Hitam, kelam, penuh kesedihan. Aku tidak bisa bertahan lebih lama. Aku selalu begini.

Mamaku datang. Menyuruhku bergantian dengan papa. Aku melangkah keluar. Masih terdengar tangisan dimana-mana. Aku menyerahkan jas biru itu ke papa. Di luar cukup gelap tetapi keadaan ramai.

Masih terdengar tangisan dimana-mana. Di luar juga ternyata.

Aku masih berusaha keras menahan diri. Aku duduk di bangku. Menatap kosong ke depan.
Di depan koridor ini ada danau buatan yang selalu terlihat cantik di siang hari. dan ternyata di malam hari, terlihat menyesakkan. Airnya hitam. Memantulkan cahaya langit di malam hari.

Aku bertanya dalam hati, sampai kapan aku akan begini terus?
Ketika aku menjadi dokter nanti, apakah aku masih akan selalu begini? Setiap menghadapi pasien yang koma, pasien yang kondisinya kritis, dan pasien yang sedang menghadapi kematian dan akhirnya harus pergi? Ataukah aku akan seperti dokter tadi? Yang bisa keluar dengan tegar dan tidak berkata apa-apa, menahan apa yang berkecamuk dalam hatinya, setelah melihat pasien yang dia rawat dengan seksama, pergi.

Pergi untuk selama-lamanya. Pergi ke haribaan Tuhan.

Tapi aku tetaplah aku, kurasa. Tidak akan berubah banyak nantinya. Aku tetaplah aku yang tidak pernah bisa menghadapi perpisahan. Yang selalu rapuh akan kehadirannya.

Di malam yang kelam itu,
sendiri duduk di bangku coklat di depan ruang ICU/ICCU,



aku menangis,
atas kepergian seseorang yang bahkan tidak aku kenal.



au revoir, madame.

Oct 21ste, 2009

------------------------------------------------------------
...

"I could never forget that moment. And I never thought I would experience a de-ja-vu when I was with him at the hospital, " she said with a long sigh,
"He couldn't say much, he was too weak already. But he whispered something, 'I am back in the dark ocean. I see no end, and I see no beginning.' I held his hand and cried, I thought he was just rambling, for his consciousness has gradually weakened. With all that was left in him, the last thing he whispered to me was,

'Why are you crying? I will find you again. It's our game.'

...

I didn't see him die. I just couldn't. He was with me still, and he is with you all now. He is back in our hearts. And that's where we all reside in one another, now and then. So,

Why are you all crying?

...

(back to heaven's light-dewi lestari)

Friday, October 16, 2009

peluk

aliran ini memecah.
indah.

meski aku berbalik pergi.










dan tak kembali.





(dewi lestari)

Thursday, October 15, 2009

secangkir vanilla latte

perkenalan kita berawal belasan tahun yang lalu.

aku masih ingat saat-saat dimana aku mencuri-curi pandang ke arahmu di malam hari itu. mata kecilku memandangimu dari balik pintu kamar yang sekarang sudah beralih fungsi sebagai garasi itu. kau terlihat sangat hangat untuk malam yang begitu dingin kala itu. dan aku masih menunggumu. masih sambil memuntir baju tidur lucu berwarna putih yang dipilihkan ibu.

dan tiba saatnya penantian itu berakhir.

ayah beranjak dari kursinya, mengantar hingga ke pagar luar tamunya bersama dengan ibu. dan seketika aku sudah berada di depanmu. mengerjap-ngerjapkan mata menatap kehangatanmu. lalu ayah dan ibu pun kembali. aku menatap ayah dalam sembari tersenyum simpul, kemudian beliau menggangguk, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, seperti bisa membaca pikiranku.

dan saat itu aku tau, aku telah jatuh cinta padamu.

dan kemudian kita berpesta, melebur bersama dalam raga ciptaan Tuhan ini. rasanya hangat, begitu hangat. aku terus menerus melebur bersamamu, hingga lupa, kalau aku hanyalah seorang anak berumur tak lebih dari 6 tahun.

dan beberapa jam setelah jatuh cinta pertamaku padamu,
aku, gadis kecil berusia tak lebih dari 6 tahun itu,
mengalami insomnia pertamaku.
dan paginya aku pun berbalik membencimu, sangat membencimu hingga ke akar-akarnya. menciummu saja membuatku muak.

waktu berlalu.

kita masih terjebak dalam jarak yang begitu jauh. dipisahkan oleh kebencianku padamu yang teramat sangat. kau begitu hangat, tapi juga begitu jahat. aku tidak pernah bisa membayangkan ada yang tega membiarkan anak berumur 6 tahun terjaga semalam suntuk.

dari sana aku belajar mengenai satu hal: membiarkan dirimu terlena dalam cinta yang teramat sangat dapat menanamkan kebencian yang teramat sangat pula, sekali saja dirimu terluka.

belasan tahun berlalu dan sampailah aku pada negeri bersalju itu.

pada saat itu sedang musim gugur.
dan ternyata, english blend tea ataupun rose tea itu tidak cukup mampu menyingkirkan efek dari suhu yang hanya belasan derajat itu. dan tentu saja sama sekali tidak mampu menaikkan tekanan darah ciptaan Tuhan yang selalu saja berada pada angka 90/60 mm Hg ini.

aku menatapmu lama. hostmom memandangku dengan penuh kegelian seakan berkata, warme chocolade pun tidak cukup ampuh anak muda, terlebih kau hanya dapat menemuinya di kafe di pusat kota, yang berarti kau harus mengayuh sepeda melawan kejamnya angin selama 30 menit pulang pergi, kau pilih sendiri, dia mengerling.

dan dengan berat hati, akhirnya kita bersinggungan.
kehangatanmu menjalar ke seluruh tubuh, cukup kuat untuk menaikkan tekanan darah gadis muda yang keras kepala ini.

saat itu pula aku sadar, aku jatuh cinta lagi kepadamu. setelah kebencian selama belasan tahun. ya.

sejak saat itu kita kembali berteman. cintaku padamu mungkin tidak sebesar dulu. aku mencintaimu dengan, ya... biasa-biasa saja. aku menemuimu jika dan hanya jika aku rindu. dan kau pun tidak pernah mengeluh. dalam setahun kita mengisi beberapa malam bersama tiap bulannya. kau memberiku semangat untuk membaca rangkaian kalimat berbahasa asing itu, kau menemaniku dalam pencapaian cita-cita hidupku. kita terlibat dalam segitiga cinta yang begitu unik. aku, dirimu, dan buku-buku kedokteran itu di malam hari.

dan sore ini kita kembali bertemu, aku dan dirimu. berdua saja dalam diam. kita memang tak pernah banyak berbicara untuk mengungkapkan cinta kepada masing-masing. diamku dan kehangatanmu, itu sudah lebih cukup untuk menguapkan rentetan masalah kehidupan yang aku alami.

hujan di luar, kau dalam genggaman, dan aku yang diam. bersama kita bercerita dan mengukir satu lagi kisah pembelajaran hidup. dan tentu saja kau tetap diam seperti biasa, hanya memberikan sebentuk kehangatan untukku.

dalam bentuk secangkir vanilla latte.

begitu hangat.
seperti biasa.
seperti dulu.

Monday, October 12, 2009

air mata

air mata yang telah jatuh
membasahi bumi
takkan sanggup menghapus penyesalan

penyesalan yang kini ada
jadi tak berarti
karna waktu yang bengis terus pergi

menangislah bila harus menangis
karena kita semua manusia
manusia bisa terluka
manusia pasti menangis
dan manusia pun bisa mengambil hikmah

di balik segala duka
tersimpan hikmah
yang bisa kita petik pelajaran

di balik segala suka
tersimpan hikmah
yang mungkin bisa jadi cobaan

(dewa)










Liefste Allah SWT,
wilt U altijd samen met mij zijn?

Tuesday, October 06, 2009

why worrry

Manusia seringkali

Duduk di rumahnya sembari mengintip dari balik jendela

Lalu mulai bergumam, berucap, bercanda, dan tertawa

Atas kejadian, keanehan, segenap tingkah laku dari manusia lainnya


Tanpa sadar

Tanpa tahu bahwa


Mungkin angin menyampaikannya

Pada mereka yang digumami, ucapi, candai,

Tertawai


Bahwa angin dapat membawanya jauh,

Begitu jauh hingga berpuluh, atau beribu kilometer

Sampai pada seseorang yang sedang menyusun keping-keping mimpinya

Yang sedang merajut berdoa untuk dia yang ia percaya


Dan saat semua keping itu pun buyar

Ia hanya bisa menghela nafas

Atas gumam, ucapan, canda, dan tawa yang telah mendengung dalam hidupnya


Lalu berterima kasih kepada angin

Yang telah menyampaikan semua itu padanya

Juga kepada semua yang telah menghamburkan semua keping mimpinya


Terima kasih

Atas rasa tidak percaya, gumam, ucapan, canda, tawa, dan pesimisme itu


Karena semuanya telah menjadikan seseorang itu kuat

Cukup kuat untuk menjalani hidupnya





Yang sering kalian amati dari balik jendela rumah kalian



See the sunrise

Know it’s time for us to pack up all the past

And find what truly lasts

If everything has been written down, so why worry, we say

It’s you and me with a little left of sanity

If life is ever changing, so why worry, we say

It’s still you and I with silly smile as we wave goodbye

And how will it be? Sometimes we just can’t see

A neighbor, a lover, a joker

Or a friend you can count on forever?

How tragic, how happy, how sorry?

For all we know, we’ve come to this far for not knowing why

So, would it be nice to sit back in the silence?

Despite all the wisdom and the fantasies

Having you close to my heart as I say a little grace

I’m thankful for this moment cause

I know that you

Grow a day older and see how this sentimental fool can be

When she tries to write a birthday song

When she thinks so hard to make your day

When she’s getting lost in all her thoughts

When she waits a whole day to say…

I’m thankful for this moment cause I know that I

Grow a day older and see how this sentimental fool can be

When he aches his arms to hold me tight

When he picks up lines to make me laugh

When he’s getting lost in all his calls

When we can’t wait to say: I love you

If everything has been written down, so why worry, we say

It’s you and me with a little left of sanity


Grow a day older-Rectoverso Dewi Lestari

Thursday, October 01, 2009

berita kepada kawan

Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Sayang engkau tak duduk di sampingku kawan
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
Di tanah kering berbatuan

Tubuhku terguncang dihempas batu jalanan
Hati tergetar menampak kering rerumputan
Perjalanan ini pun seperti jadi saksi
Gembala kecil menangis sedih

Kawan coba dengar apa jawabnya
Ketika ia ku tanya "Mengapa?"
Bapak ibunya telah lama mati
Ditelan bencana tanah ini

Sesampainya di laut ku kabarkan semuanya
Kepada karang, kepada ombak, kepada matahari
Tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit

Barangkali di sana ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana

Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

(Ebiet G. Ade)




sumber dari sini

anomaly

dia punya kelainan darah.

dulu, selain tubuhnya yang lemah.

ada sekelompok orang yang memiliki takdir istimewa yang diberikan Tuhan.
ketika mereka terjatuh, tergores, terluka,
maka darah yang keluar tidak dapat berhenti,
terus dan terus saja mengalir,
sekelompok orang itu mendapat takdir istimewa berupa hemofilia,
yang pada akhirnya mengembalikan mereka kepada Sang Pemberi Takdir.

dia sebaliknya.

ketika terjatuh, tergores, terluka,
darahnya cepat berhenti.
keping-keping darahnya dengan segera bersatu,
melebur membentuk bekuan kokoh yang membendung rembesan darah keluar dari alirannya.

tapi proses peleburan itu terlampau lama,
lebih lama dari orang pada umumnya.

maka ketika ia terluka,
darah yang keluar akan berlalu dengan cepat.
tergantikan oleh benang-benang kasat mata sebagai penyumbat.
namun benang itu tak kunjung hilang,
tetap ada di sana, untuk kurun waktu tertentu.

dari luar terlihat sembuh,
sedang pada kenyataannya peleburan yang terjadi di dalam masih terus berjalan.

...


ia melihat di sekujur tubuhnya.
bekas luka itu ada dimana-mana.
beberapa berasal dari luka yang sangat lampau.
beberapa dari luka baru.

dan semua bekas luka itu,
melengkapi hidupnya sebagai sebuah untaian yang rapuh.






temannya berkata,

"kau hidup di masa lalu"