Hallo, Kay. Apa kabar?
Aku baru saja membaca beberapa tulisan lama di blog ini. Banyak sekali tulisan tentangmu ya? Banyak sekali. Ada kesedihan, ada kebahagiaan, ada banyak ungkapan perasaan yang mendalam. Bagaimana keadaanmu sekarang? Bagaimana Solo? Ternyata, setelah hampir 3 tahun berlalu aku masih tidak mendapat menjejakkan kaki di kota yang sangat indah menurutmu itu.
Kau tahu, aneh sekali, kadang-kadang aku masih sering memikirkanmu. Pemikiran-pemikiranmu, lagu-lagu Jason Mraz itu, kata-katamu tentang jarak Palembang-Solo yang hanya beberapa ratus kilometer saja.
Lucu ya, betapa dua orang asing yang terpisah jarak begitu jauh, bisa merasa begitu dekat.
Aku masih membaca Rectoverso, kau tahu? Aku masih membacanya berkali-kali. Peluk, Hanya Isyarat, Tidur. Seakan membacanya sekali saja tidak cukup. Aku masih belum menemukan sosok yang bisa mengobati hausku akan tulisan sepertimu. Tulisanmu yang begitu hidup. Satu-satunya hal yang mungkin menyatukan kita.
Aku sedang terjebak sekarang Kay, menyedihkan sekali. Aku terjebak dalam keterasingan. Dan tidak ada tempat seperti pinggiran pantai di Gent atau Piazza Navona di Roma. Aku terjebak dalam rutinitas yang menjemukan, orang-orang yang bergunjing dan tidak dapat dipercaya, masa lalu yang masih mengekang, dan sebuah hubungan yang rumit.
Seandainya aku lelaki, aku sudah mengambil sebuah ransel dan berangkat ke Solo. Kemudian aku akan mengajakmu mengelilingi Notre Dame dan menjelaskan kisah Monet, Manet, dan Renoir yang aku kagumi mengenai kisah mereka besar di Mont Matre. Aku juga akan menjelaskan beragam tipe arsitektur gereja di Itali, tentu saja.
Tapi kita hanya bisa bermimpi ya, Kay. Seperti mimpi-mimpi kita dulu. Tentang gadis kecil dan bintang. Tentang jarak beratus kilometer yang dikalahkan oleh bulan purnama yang sama-sama kita lihat. Purnama yang selalu sama, di Assisi, di Brugge, di Paris.
Aku tidak tahu lagi harus berkata apa, Kay. Tapi dirimu pasti tahu. Dirimu selalu tahu apa yang tidak pernah aku katakan. Dirimu yang tidak seperti orang lain, yang mengatakan apa yang sebenarnya tidak mereka tahu.
Di suatu momentum, garis kehidupan kita akan bertemu pada suatu titik lagi, Kay.
Entah kapan.
Thursday, March 29, 2012
Monday, March 19, 2012
Carry You Home
Trouble is her only friend and he's back again.
Makes her body older than it really is.
She says it's high time she went away,
No one's got much to say in this town.
Trouble is the only way is down.
Down, down.
As strong as you were, tender you go.
I'm watching you breathing for the last time.
A song for your heart, but when it is quiet,
I know what it means and I'll carry you home.
I'll carry you home.
If she had wings she would fly away,
And another day God will give her some.
Trouble is the only way is down.
Down, down.
As strong as you were, tender you go.
I'm watching you breathing for the last time.
A song for your heart, but when it is quiet,
I know what it means and I'll carry you home.
I'll carry you home.
And they were all born pretty in New York City tonight,
And someone's little girl was taken from the world tonight,
Under the Stars and Stripes.
As strong as you were, tender you go.
I'm watching you breathing for the last time.
A song for your heart, but when it is quiet,
I know what it means and I'll carry you home.
I'll carry you home.
I'll keep running till I can't feel my own feet.
March 19th, 2012
Tuesday, March 13, 2012
Cukuplah
Cukuplah bagiku untuk duduk di depanmu saja.
Memandangi matamu yang jernih dan teduh, yang entah menyiratkan apa, kesedihan, kekhawatiran, harapan, atau kebahagiaan.
Cukuplah bagiku untuk menatap wajahmu saja.
Mengamati bagaimana dua lengkung bibirmu bertemu, membentuk garis yang nyaris sempurna, sambil meresapi teh tanpa gula, yang pahit seperti kenyataan bahwa kita tidak mungkin bersama.
Tuhan telah membuat garis hidup kita bersinggungan pada satu titik,
titik dengan kebahagiaan yangmeletup-letup.
Namun layaknya sebuah garis yang akan terus berjalan mengukir, kedua garis tersebut pada akhirnya akan saling meninggalkan, kendati hal tersebut adalah hal yang tidak diinginkan.
Maka cukuplah aku di sini,
Memandangi dan mengamatimu saja,
Meresapi dan mengabadikan setiap saat, di titik yang begitu berharga,
Melukis setiap fragmen dan berharap waktu akan memperlambat segalanya.
Maka cukuplah aku di sini,
Duduk diam di depanmu dengan senyum tanpa kata.
Bernafas dan ada,
untuk memandangi dan mengamatimu saja.
March 6th, 2012.
Memandangi matamu yang jernih dan teduh, yang entah menyiratkan apa, kesedihan, kekhawatiran, harapan, atau kebahagiaan.
Cukuplah bagiku untuk menatap wajahmu saja.
Mengamati bagaimana dua lengkung bibirmu bertemu, membentuk garis yang nyaris sempurna, sambil meresapi teh tanpa gula, yang pahit seperti kenyataan bahwa kita tidak mungkin bersama.
Tuhan telah membuat garis hidup kita bersinggungan pada satu titik,
titik dengan kebahagiaan yangmeletup-letup.
Namun layaknya sebuah garis yang akan terus berjalan mengukir, kedua garis tersebut pada akhirnya akan saling meninggalkan, kendati hal tersebut adalah hal yang tidak diinginkan.
Maka cukuplah aku di sini,
Memandangi dan mengamatimu saja,
Meresapi dan mengabadikan setiap saat, di titik yang begitu berharga,
Melukis setiap fragmen dan berharap waktu akan memperlambat segalanya.
Maka cukuplah aku di sini,
Duduk diam di depanmu dengan senyum tanpa kata.
Bernafas dan ada,
untuk memandangi dan mengamatimu saja.
March 6th, 2012.
Subscribe to:
Posts (Atom)