Thursday, December 31, 2009

hati dan pilihan

hatimu mungkin memilihku,
seperti juga hatiku selalu memilihmu.
tapi kadang hati bisa bertumbuh dan bertahan dengan pilihan lain.
kadang, begitu saja sudah cukup.

sekarang aku pun merasa cukup.


poyan.
(perahu kertas-dewi lestari)

untuk seseorang yang tepat, di waktu dan tempat yang salah.

kenangan

kenangan itu cuma hantu di sudut pikir.
selama kita cuma diam dan tidak berbuat apa-apa,
selamanya dia akan tetap menjadi hantu.

tidak akan pernah menjadi kenyataan.



luhde.
(perahu kertas-dewi lestari)

Sunday, December 27, 2009

dia

umm, apa ya..
gue pengen ngabarin kalo hidup gue udah jauh lebih baik sekarang.

setelah 'berpisah' untuk kesekian kalinya, akhirnya kita -walopun ga diucapkan secara verbal- benar-benar berpisah.

awalnya rasanya susah, entahlah.
gue udah sangat terbiasa melewati hari-hari bareng-bareng.
susah seneng sedih.

dan pada saat gue harus kehilangan semua kebersamaan itu,
rasanya, aneh, kosong, sakit.

tapi akhirnya gue sadar kalo untuk sekarang inilah jalan yang terbaik.
gue yakin dia bisa hidup lebih baik dan lebih bahagia tanpa gue, juga sebaliknya.
insya Allah.

gue masih ngedoain dia sampe sekarang,
masih sering keinget juga, masih suka mereka-reka kira-kira lagi apa dia sekarang,
apa dia masih sama kaya dulu?

gue harap,
jauh di tempat dia berada sekarang, dia baik-baik aja dan selalu bahagia,
kapan pun, dimana pun, dengan siapa pun..
insya Allah.




baik-baik di sana ya, kay.

Friday, December 11, 2009

22 tahun sudah :)

10 Desember 2009

Tepat pada tanggal tersebut, genap 22 tahun ayah dan ibu saya mengarungi rumah tangga sebagai pasangan suami istri yang saling melengkapi. Suka duka, tawa canda, dan berbagai kisah sudah banyak mereka lewati bersama.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya berisi sebuah ucapan selamat dari para buah hati mereka, di ulang tahun pernikahan yang ke-22 ini, saya, selaku kakak, dan adik-adik saya, sebagai buah dari perjalanan mereka selama ini, ingin memberikan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang lebih dari sekedar sebuah ucapan selamat ulang tahun pernikahan yang rutin, sesuatu yang bisa mereka kenang ketika tua kelak, sesuatu yang bisa membuat mereka bahagia.

08 Desember 2009

Saya mulai mencari-cari ide untuk memberikan kejutan yang berbeda di tahun ini. Yang pertama terlintas di pikiran saya, tentu saja adalah sebuah birthday cake yang nantinya akan saya beli di sebuah bakery shop. Dengan tambahan hiasan lilin dan sebuah kartu ucapan, saya yakin akan menjadi kejutan pertama yang cukup manis nantinya.

Kemudian saya kembali memutar otak, apa selanjutnya selain sebuah birthday cake biasa? Kalau cuma itu, toh tidak ada bedanya dengan surprise yang saya berikan di hari ulang tahun sahabat ataupun teman saya. Saya butuh kejutan yang lain, yang berbeda.

Akhirnya dalam perjalanan dari kampus Indralaya ke Palembang sepulang praktikum farmasi, terbersit sebuah ide. Saya akan memasak. Memasak? Apa istimewanya seorang prisya dhiba ramadhani memasak? Toh semua wanita pada dasarnya (seharusnya) bisa memasak.

Baiklah akan saya jelaskan :) Memasak memang sebuah hal biasa bagi wanita pada umumnya. Sementara saya bukanlah wanita pada umumnya :p Di rumah saya lebih terkenal sebagai tukang makan dibandingkan tukang masak. Dari dulu entah kenapa saya memang lebih tertarik untuk merapikan rumah dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dibandingkan memasak. Maka dari itu, saya yakin fakta bahwa saya akan memasak untuk kedua orang tua saya dapat menjadi sebuah kejutan yang manis bagi mereka, sekaligus awal yang baik bagi saya untuk mengasah kemampuan baru, kemampuan memasak.

Baiklah, birthday cake sudah, rencana memasak juga sudah. Sudah cukupkah kejutan saya untuk mereka? Tentu saja belum. Saya merasa kedua hal tersebut tidaklah dapat ‘dimiliki’ dan ‘dikenang’ hingga mereka bercucu kelak. Karena sesampainya di lidah, tentulah pada akhirnya semua hanya akan berakhir sebagai sebuah kenangan tanpa adanya sebuah bukti.

Akhirnya, dengan kembali memutar otak, saya mendapatkan sebuah ide yang menurut saya tidak biasa dan begitu manis, sebuah hadiah yang sederhana namun dapat disimpan dan dikenang sebagai sebuah kenangan manis :)

09 Desember 2009

Tiba saatnya mempersiapkan bahan-bahan untuk memberikan kejutan tersebut. Ditemani oleh sahabat saya Nilam, saya pergi ke sebuah hypermarket dibekali dengan catatan belanja di dalam otak saya dan uang tunai dari tabungan saya sendiri, hasil dari honor menjadi mc pelantikan dokter selama ini.

Pertama, sebuah birthday cake. Kedua bahan-bahan untuk memasak. Di sinilah saya sempat kebingungan. Karena ingin menyuguhkan sesuatu yang beda, saya berniat membuat bruschetta, karena mudah dan cukup enak(maklum saya pemula di bidang masak-memasak :D. Tetapi sebenarnya jauh di lubuk hati saya, saya ingin membuat spaghetti bolognaise karena semua anggota keluarga saya suka dan adik saya Ketie yang sedang kuliah di UI, dulu sering membuatkannya untuk kami di setiap momen-momen spesial.

Sayangnya, rencana ini sempat diragukan oleh banyak pihak. Adik bungsu saya, Randi, mengerutkan dahi meragukan rencana saya membuat spaghetti pada saat saya menyampaikan rencana ini kepadanya. Kalimat yang terlontar dari mulutnya,

“Heh? Emang bakal enak?”

Aduh aduh perih hati saya mendengarnya :D. Tapi saya tetap maju tak gentar. Saya lalu menghubungi Nilam (pada tanggal 8 Desember 2009) dan berkonsultasi dengannya. Namun betapa sedihnya saya saat komentar dari sahabat saya di seberang telepon adalah sama dengan komentar dari adik saya Didi,

”Emangnya spaghettimu enak, Pris?”

Aduh, tambah pedih hati saya, hahaha. Tapi sekali lagi saya berusaha pantang menyerah dan meminta dukungan dari Ketie, sang master spaghetti. Akan tetapi lagi-lagi komentar yang saya dapat adalah,

”Emangnya spaghetti kakak bakal enak? Kakak kan belum pernah bikin spaghetti”

Oh Tuhan begitu banyak orang yang meragukan saya. Hal ini benar-benar menggoyahkan niat dan tekad kuat saya.Tetapi alhamdulillah pada detik-detik terakhir akhirnya saya tetap memutuskan untuk membuat spaghetti bolognaise bukan bruschetta. Saya ikuti kata hati saya dan saya abaikan dulu untuk sementara komentar-komentar tersebut.

Di sana, tak lupa saya membeli sebuah ’hadiah’ yang tak biasa yang dapat menjadi kejutan sekaligus kenangan manis untuk ayah dan ibu tersebut. Dan akhirnya dengan susah payah dan sekuat tenaga agar tidak ketahuan(saya sampai lewat pintu dapur segala) saya sampai ke rumah membawa semua bahan yang diperlukan dengan selamat.

10 Desember 2009

Waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba. Saya sengaja memilih momen sore hari untuk memberikan kejutan, karena sore hari adalah waktu santai dan waktu berkumpulnya keluarga.

Maka tepat pukul 3 sore, saya mulai meletakkan lilin di atas birthday cake, menghidupkannya, menaruhnya di atas nampan untuk segera dipersembahkan untuk dua orang yang paling saya cintai. Tak lupa, sebuah hadiah yang telah dibungkus kertas kado dan dibalut pita yang manis, lengkap dengan sebuah kartu ucapan.

Happy 22nd wedding anniversary” ,ucap saya sembari tersenyum.

Ibu saya menoleh sembari tersenyum lebar. Ayah saya yang sebelumnya sedang berbaring beranjak dan segera menyambut kue manis bertabur lilin tersebut. Mereka berdua tersenyum bahagia, make a wish bersama, kemudian meniup lilin bersama. Lilin yang menandakan tepat 22 tahun mereka telah membina keluarga dengan penuh kerukunan dan kasih sayang.

Tibalah saatnya membuka ’hadiah’ yang sudah saya persiapkan. Ibu saya membaca kartu ucapan yng kami beri. Ayah saya membuka kertas kado dengan hati-hati. Dengan telaten beliau membukanya, ibu saya menunggu dengan sabar. Dan akhirnya hadiah itu terbuka seutuhnya,

Sebuah bingkai foto besar, berisi 8 buah foto ayah dan ibu saya, sejak masih muda hingga saat ini.

Foto pertama dan kedua: Foto ayah dan ibu beberapa tahun sebelum menikah. Ibu saya terlihat begitu cantik di mata saya, kulitnya putih dan badannya mungil. Ayah saya masih terlihat sangat kurus di usia mudanya, jauh berbeda dengan sekarang.

Foto ketiga: Foto ayah dan ibu saya dengan latar belakang danau Ranau dengan beberapa anak kecil yang sedang mandi di sana. Di foto ini mereka masih terlihat amat muda.

Foto keempat: Foto pernikahan ayah dan ibu saya. Mereka terlihat begitu bahagia dalam balutan baju pernikahan adat Sumatera Selatan. Pada saat menikah ibu saya berumur 22 tahun dan ayah saya berumur 27 tahun. Merupakan foto favorit saya karena momen pada foto tersebut begitu membahagiakan^^

Foto kelima: Foto ayah dan ibu saya dengan latar belakang kebun teh Pagaralam, diambil tahun kemarin. Terlihat ayah merangkul ibu dari belakang. Salah satu foto yang sangat ibu sukai.

Adapun ketiga foto terakhir diambil saat berlibur di Bandung awal Agustus silam. Mewakili keadaan dan cinta mereka pada masa sekarang.

Alhamdulillah ayah dan ibu suka dan bahagia dengan hadiah kecil saya dan adik-adik tersebut. Ayah saya sampai bergeleng-geleng, heran darimana dan kapan saya mengumpulkan foto-foto jaman dahulu beliau tersebut.

Dan akhirnya, sebagai penutup kejutan, saya memasak spaghetti bolognaise untuk mereka. Dan alhamdulillah spaghetti tersebut rasanya enak, dibuktikan dengan piring ayah, ibu, dan didi yang bersih tak bersisa ;)

Selamat ulang tahun pernikahan ke-22 ayah dan ibu.

Semoga cinta ayah dan ibu, cinta keluarga kita, akan terus bersemi sekarang, nanti, selama-lamanya.

Aamiin ya Robbal’alamiin..


We houden van jullie,

Heel erg hard..



Palembang, 11 Desember 2009

19.24 WIB

Tuesday, December 08, 2009

dearest Allah SWT

dearest Allah SWT,

thank you so much for everything.
I'm very grateful for having You in every single time that I have, every single air that I breath.
I want to become closer and closer with You.
You're the only one who accompany me whenever I feel sad and alone.
You forgive my mistakes, You always be there for me.
Your love is so pure, priceless and timeless.

merci beaucoup, mon Dieu :)

Monday, December 07, 2009

mon ami

mon ami,
kamu tahu?
aku sedih melihat kamu selalu begitu.

kamu bilang mau mendengarkan,
tapi apa yang kamu lakukan?
kamu selalu menyalahkan, kamu selalu menghakimi.

mon ami,
maaf,
tapi kamu tidak sebijaksana itu, kamu tidak selalu benar.
itulah kenyataannnya.

tidakkah kamu letih?
tidakkah kamu letih selalu menyalahkan dan menghakimi orang lain selama 2 tahun ini?

kapan kamu mau mencoba melihat dari sudut pandang orang lain?

mon ami,
maaf,
tapi aku sedih melihat kamu selalu begitu.

dan aku tidak bisa apa-apa.
aku sudah mengingatkan, aku sudah memberi tahu,
tapi seperti biasa,
kamu selalu mengganggap dirimu benar, tidak pernah salah.

mon ami,
aku letih,
maafkan aku.